Tags

, , , , , , , , ,

Ketika membuka catatan harian adik Yara waktu itu, Yara menemukan catatan ini dan Yara menangis karena terharu memiliki adik yang sangat hebat. Semoga kalian yang baca postingan ini juga ikut tergugah yah.. ^_^

——————————–

Saya, bukanlah siswa yang memiliki prestasi segudang. Nilai di sekolah selalu pas-pasan, bahkan sering terjun bebas sehingga membuat kakakku meradang.

Saya, bukanlah siswa dengan kemampuan akademik fantastis. Alih-alih mengembangkannya, mengatur waktu belajar saya agar lebih dinamis pun sering membuat otak menangis.

Saya, bukanlah siswa yang eksis. Tapi saya tidak pernah ketinggalan informasi dunia pendidikan yang sering membuat saya miris.

Dan sekedar informasi, saya ini siswa kelas 3 SMA di salah satu SMA Favorit yang ada di Samarinda (Kalimantan Timur) yang Insya Allah akan segera lulus dan menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi di Universitas yang saya idamkan. Meskipun saya tahu nilai akademis saya membuat banyak orang berkata “mustahil” tapi saya yakin Insya Allah saya bisa meraih mimpi saya.

Ada hal menarik yang membuat hati saya tergelitik mengenai fenomena UN (Ujian Nasional) yang saya alami kemarin. Pertama, saya (jujur) kaget dengan pemberitahuan bahwa UN di daerah saya diundur, tapi saya tidak mau membahas hal itu. Kedua, saya jadi heran dengan media yang terlalu membesar-besarkan masalah dan saya jadi malas menonton atau membaca berita yang beredar sepanjang penantian UN saya sampai UN di daerah saya berakhir. Coba kalian bayangkan, siswa kelas 3 SMA itu bukanlah anak balita yang belum banyak mengerti bagaimana perasaan gelisah dan pesimis. Pemberitaan mengenai kekacauan UN hanya membuat hati sebagian besar dari kami semakin panas dan bahkan yang lebih ekstrim bisa membenci kinerja para pejabat pendidikan di atas sana. Seharusnya media lebih bijak lagi dalam memberitakan sesuatu, jangan terlalu mengekspos keburukan, ekspos juga hal positif yang terjadi di saat kekacauan UN sedang berlangsung. Misalnya, kakak-kakak mahasiswa yang baik  hati mengadakan bimbel gratis bagi siswa SMA yang akan menempuh UN dan mereka menyemangati banyak siswa untuk terus belajar tanpa mengingat rasa lelah, bukankah itu akan membuka mata hati para siswa?

Ketiga, saya bingung dengan kakak-kakak mahasiswa yang terlalu bersemangat berdemo, karena saya pikir yang lebih kami butuhkan sebagai adik-adik saat kami sedang dalam kesulitan Ujian Nasional adalah dukungan moral langsung, seperti mengingatkan kami untuk tetap tenang dan tetap siap dengan kondisi UN tahun ini dan membina kami dalam belajar mempersiapkan UN itu sendiri. Bukan malah berdemo dan membuat kebanyakan dari kami malah semakin pesimis dengan UN yang sedang atau akan kami hadapi saat itu. Ayolah kak, jangan biarkan kami berpikir bahwa kerja sebagian besar mahasiswa adalah berdemo, bukan beraksi secara nyata seperti teman-teman kakak yg hanya segelintir orang yang mau mengajarkan materi untuk mempersiapkan UN.

Sekali lagi, saya bukan siswa yang hebat dalam bidang akademik maupun lainnya. Tapi, saya tahu satu hal. Karena saya adalah seorang pelajar, maka sebagai seorang pelajar, saya harus siap dengan segala kondisi baik itu kondisi yang menjadi kemudahan maupun rintangan untuk saya menuntut ilmu. Jadi, bagi yang masih memperdebatkan mengenai Ujian Nasional dan kurikulum baru atau apapun yang menjadi kebijakan pemerintah, percayakanlah semuanya kepada mereka yang memang mengerjakan pekerjaan sesuai dengan bidangnya. Kalian yang pelajar, lakukanlah pekerjaan sebagaimana mestinya seorang pelajar. Kalian yang menjadi pengusaha, fokuslah pada bisnis kalian. Intinya, lakukan segalanya sesuai fokus masing-masing. Jika mereka yang menjadi pejabat pendidikan melakukan kesalahan, apakah kita wajib mencaci mereka? Apakah dengan hanya mencaci bisa menyelesaikan masalah? Apa harus menjadi malaikat dulu baru menjadi pemerintah yg tidak pernah melakukan kesalahan? Apakah melakukan kesalah bukan hal yang manusiawi?

Intinya, salah satu hikmah yang saya dapatkan selama menjadi pelajar adalah dengan segala kemampuan sayang saya miliki, saya harus belajar untuk siap menjadi pelajar yang mampu menghadapi segala rintangan dalam menuntut ilmu. Dan saya berterimakasih kepada kakak saya, orangtua saya, juga guru-guru saya yang mengingatkan saya akan hal ini. Terutama untuk kakak saya, saya tidak tahu bagaimana cara terbaik mengucapkan terimakasih padanya. Sekali lagi tidak bosan saya katakan bahwa saya ini (jujur) tidak memiliki kemampuan akademis yang hebat di Sekolah. Saya hanya siswa dengan nilai pas-pasan. Tapi kakak saya, dia selalu bangga dengan segala hal yang saya lakukan. Selalu mengingatkan saya, tanpa mencela saya. Dan sukses membuat saya bingung dengan pola pikirnya, karena dia selalu meyakinkan saya bahwa saya adalah anak yang pintar, bahkan lebih pintar dari kakak saya yang notabene punya segudang piagam dan piala di Sekolah dan rumah. Kakak, insya Allah saya akan mewujudkan impian kita, dan membuatmu benar-benar bangga.

_Zaki_29/04/2013_Samarinda_